Jampidum Setujui Delapan Perkara Dihentikan lewat Restorative Justice
Jakarta, RuangNews id – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Fadil Zumhana, kembali menyetujui delapan permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta, Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara, Ketertiban Umum, dan Tindak Pidana Umum Lainnya (Kamnegtibum dan TPUL) Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
“Adapun delapan berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan yang diterima InfoPublik, Senin (31/10/2022).
Alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka juga telah berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
Selanjutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Termasuk pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.
Adapun delapan berkas perkara yang dihentikan yakni:
- Tersangka Aprianti binti Ali Komsit dari Kejaksaan Negeri Prabumulih yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Mamta Kulkarni binti Rusli Saari dari Kejaksaan Negeri Prabumulih yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Wahyudin bin Sahuri dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Stiawan Chandra Putra bin Zulkarnain dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Irwansyah alias dari Kejaksaan Negeri Simalungun yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Darwin Aritonang dari Kejaksaan Negeri Simalungun yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Satrio dari Kejaksaan Negeri Langkat yang disangka melanggar Pasal 111 atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
- Tersangka Tokid dari Kejaksaan Negeri Langkat yang disangka melanggar Pasal 107 huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.
Hal ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Foto: dok. Puspenkum/sumber infopublik.id